Ruqyah dalam Timbangan Islam
(Kajian Teori & Praktik Ruqyah)
Penyusun: Ust. Irfan Abu Naveed
Penyusun: Ust. Irfan Abu Naveed
A. Pengertian Ruqyah Secara Bahasa & Istilah
Ruqyah berasal dari kata ( ) yang artinya do’a perlindungan disertai
hembusan nafas. Imam Ibn Manzhur mengatakan:
“Ruqyah: do’a perlindungan, jamaknya ruqâ. …
Dikatakan: peruqyah meruqyah dengan suatu jampi jika ia meminta perlindungan
dan menghembuskan nafas dalam do’anya.”2
Pengertian ini sebagaimana diungkapkan oleh Imam al-Azhari dalam
Tahdzîb al- Lughah.3 Adapun dalam
pengertian istilah, Imam Ibn al-Atsir (w. 606 H) menuturkan:
”Ruqyah: do’a perlindungan dimana orang yang sakit, seperti
sakit demam, kerasukan dan lain sebagainya dari beragam penderitaan
dijampi-jampi dengannya.”4
Ruqyah dengan konotasi ( ) yakni memohon perlindungan pun
disebutkan Imam
ar-Raghib al-Ashfahani5 dan Prof. Dr.
Muhammad Rawwas Qal’ah Ji6. Lebih lengkap dijelaskan
dalam kitab Fatâwâ al-Azhar:
“Ar-Ruqâ’ jamak dari ruqyah, merupakan
kata-kata yang diucapkan manusia untuk menangkal keburukan atau
menghilangkannya, yakni membentengi diri dari hal-hal yang dibenci dengannya,
atau mengobati orang yang sakit hingga terbebas dari penyakitnya.”
Namun pengertian yang lebih mapan memenuhi aspek mâni’ dan jâmi’ yakni apa yang
diungkapkan oleh Dr. Muhammad Yusuf al-Jurani, ia menyimpulkan setelah
mengumpulkan berbagai pengertian ruqyah syar’iyyah yang diungkapkan para ulama:
”Ruqyah yakni do’a perlindungan (pencegahan) bagi orang yang
sakit dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an al-Karim, Nama-Nama Allah dan
Sifat-Sifat-Nya, disamping do’a-do’a syar’i yang menggunakan bahasa arab –atau
selain bahasa arab yang diketahui maknanya- disertai hembusan nafas; untuk
memelihara kesehatan, menolak bala’ dan mengangkat penyakit.”7
1 Penulis buku Menyingkap
Jin & Dukun Hitam Putih Indonesia,
praktisi ruqyah syar’iyyah, staf
Kuliyyatusy-Syari’ah Ar-Raayah.
2Ibn Manzhur, Lisaan al-‘Arab, Kairo: Dar al-Ma’arif, juz III, hlm. 1711.
3Al-Azhari, Tahdziib al-Lughah, Beirut:
Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, Cet. I, 2001, juz IX, 224.
4Majduddin Abu al-Sa’aadaat
al-Mubarak bin Muhammad al-Jazari, Al-Nihaayah fii Ghariiib
al-Hadiits, al-Maktabah al-Islamiyyah, Cet. I, 1383 H, juz II, hlm. 254.
5Abu al-Qâsim
al-Husain bin Muhammad ar-Râghib al-Ashfahani, Al-Mufradât fî
Gharîb al-Qur’ân, Maktabah Nazâr Mushthafa al-Bâz, juz. II, hlm. 458.
6Prof. Dr. Muhammad
Rawwas Qal’ah Ji, Mu’jam Lughatil Fuqahaa’, Beirut: Dar an-Nafaa’is,
Cet. II,
1408 H.
7Dr. Muhammad Yusuf al-Jurani, Ar-Ruqyah asy-Syar’iyyah Min al-Kitaab wa
as-Sunnah an- Nabawiyyah, Amman: Dar
an-Nafaa’is, Cet. IV, 1434 H, hlm. 86.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 1
B. Klasifikasi Ruqyah
Dalam kitab Fatâwâ’ al-Azhar disebutkan
bahwa dahulu orang-orang arab sebelum Islam meyakini bahwa ruqyah berpengaruh
dengan sendirinya, tanpa ada campur tangan kuasa pihak lainnya, disamping
pemilihan kata-kata ruqyahnya yang didasari keyakinan- keyakinan yang
dibatalkan islam. Oleh karena itu, andil islam terhadap ruqyah yakni dengan
meluruskan kesalahan-kesalahan dalam akidah, dan menetapkan bahwa ruqyah tidak
berpengaruh kecuali dengan kehendak kuasa Allah , disamping menolak kata-kata
ruqyah yang menyalahi akidah islam yang benar. Sehingga kata-kata dalam ruqyah
bisa diterima disamping keyakinan bahwa pengaruh ruqyah terwujud dengan
kehendak kuasa Allah hukumnya diperbolehkan, seperti do’a atau obat. Oleh
karena itu, kita bisa memahami hal- hal yang dijelaskan dalam nash-nash yang
menolak atau memperbolehkan ruqyah.
Pertama, Ruqyah Syar’iyyah
Yakni ruqyah yang mengandung bacaan KitabuLlâh, Sunnah
Rasulullah , dan tidak bertentangan dengan prinsip keduanya.8 Maka
suatu ruqyah dinyatakan syar’iyyah jika memenuhi tiga syarat:
Pertama, menggunakan Kalam Allâh (al-Qur’ân al-Karîm), Nama-Nama
& Sifat-Nya
(disamping dengan do’a-do’a dari Rasûlullâh .
Kedua, menggunakan (do’a-do’a) bahasa
arab atau bahasa apa saja yang diketahui maknanya, tidak menggunakan
lafazh-lafazh yang tak diketahui, mantra yang samar dan jampi-jampi yang
diucapkan para dukun dan dajjal secara tersembunyi, yang diperangi oleh Allah
(diharamkan dengan tegas-pen.).
Ketiga, diyakini bahwa Ruqyah
tidak berpengaruh dengan sendirinya, tetapi atas izin Allâh.
Ruqyah dan orang yang membacanya (al-râqiy)
hanyalah sebab (wasilah syar’iyyah mengupayakan kesembuhan dari Allâh ).9
·Imam Ibn al-Tin
mengatakan:
“Ruqyah dengan do’a-do’a perlindungan dan selainnya dari
Nama-Nama Allah merupakan pengobatan ruhani. Jika dipanjatkan oleh lisan yang
baik akan mendatangkan kesembuhan atas izin Allah SWT.”10
·Al-Hafizh al-Qurthubi
mengatakan:
8Ibid.
9Kesepakatan
(konsensus) di atas dijelaskan para ulama. Di antara mereka adalah Al-Hafizh
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fat-hul Bârî’ (10/195), Imam al-Suyuti dalam
Syarh Kitâb al-Tawhîd (1/136), al- Imam al-Hafizh al-Nawawi dalam Syarh
al-Nawawiy (14/168), Imam al-Zarqaniy dalam Syarh al-Zarqaniy dan Imam
al-Syawkani dalam Faydh al-Qadiir (1/558).
10Lihat: al-Itqaan
fii ‘Uluum al-Qur’aan, al-Imam al-Suyuthi & Fat-h
al-Baariy (10/196), Imam Ibn
Hajar al-‘Asqalaniy.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 2
“Diperbolehkan ruqyah dengan Kalamullah dan
Nama-Nama-Nya, karena jika memang menggunakan do’a-do’a ma’tsur hukumnya
disunnahkan.”
·Imam al-Khithabi
mengatakan:
“Jika ruqyah menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan Nama-Nama
Allah maka hukumnya boleh, atau bahkan dianjurkan.”
·Imam al-Rabi’ mengatakan:
“Saya bertanya kepada Imam al-Syafi’i tentang ruqyah, ia
mengatakan: “Tidak mengapa meruqyah dengan al-Qur’an atau dengan kata-kata yan
diketahui artinya dari dzikrullah”.”11
·Imam Ibn Bathal mengatakan:
“Dalam do’a-do’a perlindungan (al-ikhlâsh, al-falaq, al-nâs)
mengandung rahasia yang tidak dikandung ayat-ayat lainnya dalam al-Qur’an.
Dimana ketiganya mengandung kumpulan do’a yang mencakup hal-hal yang dibenci
seperti sihir, hasad, keburukan syaithan dan bisikan jahatnya, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, Nabi mencukupkan diri (meruqyah-
pen.) dengannya.”
·Imam al-Khiththabi
mengatakan:
“Adapun jika ruqyah dengan al-Qur’an atau dengan Nama-Nama
Allah maka hukumnya boleh. Karena Nabi pernah meruqyah Hasan dan Husayn, beliau
mengatakan: “ تاملكب امكذيعأ ةملا نيع لك نمو ةماهو ناطيش لك نم
ةماتلا الله”. Kepada Allah kita memohon pertolongan dan kepada-Nya kita
bergantung.”12
Kedua, Ruqyah Syirkiyyah
Yakni ruqyah yang mengandung perkataan dan jampi-jampi yang
tidak dipahami, lafazh-lafazh yang tidak diketahui artinya, dan ia termasuk
simbol-simbol syirik yang ada di sisi para wali syaithan dan golongannya.13 Ciri-cirinya:
·Menggunakan lafazh-lafazh
syirik, batil misalnya permohonan kepada jin.
Contoh Kasus: lafazh jangjawokan
atau mantra kunjali asih untuk pelet, keduanya
menggunakan kata-kata yang tak diketahui artinya, dan bisa dipastikan
mengandung kemungkaran. Atau ada juga yang berbahasa arab yang bisa kita pahami
maknanya namun jelas batil karena meminta bantuan jin, misalnya:
Artinya: “Kabulkanlah wahai jin pelayan nama-nama ini:
.........
|
(angka-angka arab)”
|
11Lihat: Fat-hul Baari’ (10/197).
12Lihat: Al-Kabaa-ir, al-Imam al-Hafizh Syamsuddin Abu ‘Abdillah
Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman
al-Dzahabiy.
13 Ibid.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 3
Ruqyah syirkiyyah, termasuk ke dalam larangan dalam hadits dari
‘Auf bin Malik al- Asyja’i yang berkata:
“Kami biasa meruqyah pada zaman jahiliyyah,
maka kami bertanya: “Wahai Rasûlullâh, bagaimana menurut anda hal itu?” Beliau bersabda: ‘Perdengarkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian.
Tidak apa-apa meruqyah selama tidak mengandung syirik’.” (HR.
Muslim no. 4079)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya ruqyah-ruqyah, jimat-jimat dan guna-guna itu
syirik.” (HR. Muslim no. 4079)
Al-Hafizh an-Nawawi dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan
ketika menggabungkan hadits-hadits yang mengandung larangan dan kebolehan
ruqyah:
“Sesungguhnya larangan terhadap ruqyah berlaku bagi ruqyah yang
menggunakan perkataan kufur, dan ruqyah yang tak diketahui artinya misalnya
menggunakan bahasa selain bahasa arab atau apapun yang tak diketahui artinya.
Ruqyah jenis ini tercela karena kemungkinan mengandung kekufuran atau mendekati
kekufuran atau mengandung sesuatu yang dibenci. Adapun ruqyah dengan ayat-ayat
al-Qur’an, zikir-zikir yang baik maka tidak terlarang bahkan dihukumi sunnah.”14
Dalam kitab al-Fatâwâ al-Hadîtsiyyah (hlm.
88) dikatakan:
“Dan diantara ulama yang menjelaskan keharaman ruqyah dengan
bahasa ‘ajam yang tak diketahui artinya adalah Imam Ibn
Rusyd al-Malikiy, Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam al-
Syafi’iy, satu golongan dari guru-guru kita dan para ulama
lainnya.”
·Bergantung pada bantuan jin-jin
yang dijadikan khadam disamping keyakinan bahwa jin- jin
ini yang berkuasa atas urusannya.
Contoh Kasus: Ada seorang dukun di sukabumi yang menjampi
air, dan mensyaratkan tidak boleh diminum melebihi batas tertentu, jika
melanggar pantangan ini akan menimbulkan efek panas pada orang yang meminumnya.
Di sisi lain, air itu hanya air kemasan biasa yang dibeli di warung, dan jika
diminum tidak menimbulkan efek panas.
·Menggunakan sarana-sarana
yang aneh dan tidak ilmiah misalnya air namun disyaratkan dengan syarat-syarat
tertentu yang ganjil.
Contoh Kasus: dukun pria dan ‘klien’
perempuannya berdua-duaan (khalwat), dan melarang mahram
atau suaminya untuk masuk ruangan khusus praktiknya, kasus dukun cabul
misalnya. Atau disamping ruqyahnya yang batil, si dukun pun meminta berbagai
persyaratan ritual atau sesaji berupa binatang sembelihan yang disembelih untuk
selain-Nya. Keharaman perkara-perkara ini sudah jelas!
14 Al-Hafizh al-Nawawi, Syarh Shahiih Muslim, juz XIV, hlm. 196.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 4
“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaithân-
syaithân itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak
dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaithân) itu, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang pendusta.” (QS. Al-Syu’arâ [26]:
221-223)
C. Landasan Syar’i Ruqyah Syar’iyyah
Landasan syar’i ruqyah bisa kita temukan dalam banyak kitab
hadits, termasuk kitab hadits dua ahli hadits terkemuka Imam al-Bukhari dan
Imam Muslim. Dalil-dalil hadits mencakup keterangan:
·Rasulullah meruqyah dirinya
sendiri.
·Rasulullah diruqyah Jibril dan
‘Aisyah
·Rasulullah meruqyah sejumlah
sahabat.
·Rasulullah memerintahkan ruqyah
dan membenarkan ruqyah sejumlah sahabat. Keterangan lebih rinci sebagai
berikut:
Pertama, Rasulullah Meruqyah Dirinya
Sendiri
·Hadîts dari ‘Aisyah :
“Bahwa Rasûlullâh ketika hendak tidur, beliau meniupkan ke kedua tangannya sambil
membaca dua surat perlindungan (surat al-Nâs dan al-Falaq), lalu
beliau mengusapkan ke badannya.” (HR. al-Bukhârî no. 5844)
·Hadîts dari Ibn Mas’ud :
“Ketika Rasûlullâh sedang sujud dalam shalatnya, jari beliau
disengat Kalajengking. Setelah selesai shalat, beliau bersabda, ‘Semoga Allâh
melaknat Kalajengking yang tidak memandang nabi atau selainnya.’ Lalu beliau
mengambil wadah yang berisi air dan garam. Kemudian beliau meletakkan bagian
tangan yang tersengat Kalajengking dalam larutan air dan garam (merendamnya),
seraya membaca surat
al-Ikhlâsh, al-Falaq dan al-Nâs, sampai beliau merasa tenang.” (HR. al-Baihaqi dari
Ibnu Mas’ud)15
Kedua, Rasulullah
Diruqyah Jibril dan ‘Aisyah
·Hadîts dari Abu Sa’id Al-Khudri
bahwa Jibril datang kepada Rasûlullâh dan bertanya
kepadanya: “Wahai Muhammad, apakah engkau sakit?” Beliau menjawab, “Ya!” Maka
Jibril berkata:
“Dengan nama Allâh, aku meruqyahmu dari
setiap penyakit yang membahayakanmu dan dari kejahatan setiap jiwa yang jahat
atau mata jahat pendengki. Semoga Allâh menyembuhkanmu. Dengan nama Allâh aku
meruqyahmu.” (HR. Muslim no. 4056)
Ketiga, Rasulullah Meruqyah Sejumlah
Shahabat
·Hadîts dari ‘Aisyah bahwa
apabila seseorang mengadukan suatu penyakit yang dideritanya kepada Rasûlullâh , seperti sakit kudis, atau luka, maka Nabi berucap
15 Imam al-Haitsami menyatakan bahwa
sanad hadîts tersebut hasan.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 5
sambil menggerakkan anak jarinya seperti ini -Sufyan meletakkan
telunjuknya ke tanah, kemudian mengangkatnya:
”Dengan nama Allah, dengan debu di bumi16 kami,
dan dengan ludah sebagian kami, semoga sembuhlah penyakit kami dengan izin Rabb
kami.”
Ibn Abu Syaibah berkata: “Ruqyah tersebut berbunyi: Yusyfâ saqîmunâ'.” Dan Zuhair berkata: “Do’a ruqyah tersebut
berbunyi; Liyusyfâ saqîmunâ.” (HR.
Muslim no. 4069)
Keempat, Rasulullah Memerintahkan
Ruqyah dan Membenarkan Ruqyah Sejumlah
Shahabat
·Hadîts dari Ummu Salamah :
Bahwa Nabi melihat budak wanita di rumahnya,
ketika beliau melihat bekas hitam pada wajah budak wanita itu, beliau bersabda:
"Ruqyahlah dia, karena padanya terdapat nazhrah (sisa sakit yang
disebabkan karena sorotan mata jahat)." (HR. al-Bukhârî
no. 5298)
·Hadîts dari ‘Aisyah :
“Rasûlullâh memerintahkan kami supaya
meruqyah orang yang terkena penyakit 'ain
(gangguan sihir).” (HR. al-Bukhârî
& Muslim)
·Hadîts dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’i
:
“Kami biasa meruqyah pada zaman jahiliyyah,
maka kami bertanya: “Wahai Rasûlullâh, bagaimana menurut anda hal itu?” Beliau bersabda: “Perdengarkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian.
Tidak apa-apa meruqyah selama tidak mengandung syirik”.” (HR.
Muslim no. 4079)
D. Adab-Adab Ruqyah Syar’iyyah
Ruqyah syar’iyyah merupakan do’a dan tawassul kepada Allâh . Sudah barangtentu Islam menggariskan adab-adabnya,
agar kesembuhan bisa diupayakan dengan optimal. Pemahaman dan pengamalan
terhadap adab-adab ini sangat penting!
Pertama, meyakini bahwa tidak ada
kesembuhan kecuali dari Allâh , dan ruqyah hanyalah
salah satu wasîlah kesembuhan yang dapat diusahakan
seorang hamba (sabab syar’i).
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS. al-Syu’arâ’ [26]: 80)
Rasûlullâh mengatakan dalam do’a beliau:
“Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu” (HR. Muttafaq ‘alayh)
Kedua, Ikhlas menghadapkan diri kepada Allâh dan ikhlas mengharapkan ridha’ Allâh ketika membaca
do’a-do’a ruqyah:
16 Mayoritas ulama berkata, “Yang
dimaksud dengan bumi (tanah) kami ialah tanah di bumi secara keseluruhan.” Ada yang mengatakan,
“Tanah di Madinah karena keberkahannya.” Makna hadits bahwa beliau saw
mengambil air ludah beliau dengan jari telunjuk, kemudian meletakkannya di
tanah, lalu menggantungkan sesuatu dari tanah itu, lalu beliau menggunakannya
untuk mengobati luka atau orang yang sakit. Kalimat tersebut diucapkan di saat
mengusap.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 6
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allâh
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus...” (QS. al-Bayyinah [98]: 5)17
Karena ayat al-Qur’an merupakan do’a utama dalam ruqyah, maka
relevan jika penulis kutip pernyataan Al-Hafizh al-Imam al-Nawawi yang
mengungkapkan:
“Yang pertama dalam hal ini, bahwa wajib atas pembaca
al-Qur’ân, berniat ikhlas sebagaimana yang telah kami kemukakan dan menjaga adab
berinteraksi dengan al-Qur’ân, dan sudah semestinya ia menghadirkan dalam
benaknya bahwa ia sedang bermunajat kepada Allâh dan
membaca Al-Qur’ân seperti keadaan orang yang (seakan-akan) melihat
Allâh.”18
Ketiga, tawakal kepada Allah disertai
pengharapan (raja’) pada-Nya:
“(Dia-lah) Allâh tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah
orang-orang mukmin bertawakal kepada
Allâh saja.” (QS. al-Taghâbun [64]: 13)
Dalil-dalil al-Qur’ân19 dan as-Sunnah
mengenai tawakal mengandung qarînah yang tegas berupa
pujian Allâh kepada orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. Maka, jelas pasti
kewajiban bertawakal pada Allâh saja dan berdosa bagi orang yang
meninggalkannya.
Keempat, Ruqyah tidak boleh dengan
do’a, bacaan, media atau apapun yang mengandung syirik (baca: segala hal yang
dilarang syari’at Islam), ruqyah wajib sejalan dengan akidah dan syari’at
islam. Rasûlullâh dalam sabdanya yang mulia menegaskan
batasan ini, beliau bersabda:
“Tidak apa-apa meruqyah selama tidak mengandung kesyirikan” (HR. Muslim)
Kelima, Menghayati makna yang
terkandung dalam bacaan ruqyah (merupakan do’a).
Khususnya ayat-ayat al-Qur’ân, diantaranya dengan jalan
memahami tafsirnya20 dan memahami
keistimewaan-keistimewaannya. Termasuk bagi orang yang diruqyah sebagaimana
firman Allah :
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’ân, maka dengarkanlah baik-baik,
dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS.
al-A’râf [7]: 204)
Menafsirkan ayat ini, Imam Abu Ja’far al-Thabariy menuturkan:
“Allah berfirman untuk memperingatkan orang-orang beriman, yakni orang-orang
yang membenarkan kitab- Nya, yakni al-Qur’an yang menjadi petunjuk dan rahmat
bagi mereka: (jika dibacakan (al-
Qur’an)) terhadap kalian wahai
orang-orang yang beriman (maka dengarkanlah) yakni
dengarkan dengan pendengaran kalian agar memahami ayat-ayat-Nya dan mengambil
17Lihat pula QS.
Yunus [10]: 105
18Al-Hafizh al-Nawawi, Al-Tibyân fî âdabi Hamalatil Qur’ân.
19Lihat pula QS. Âli
’Imrân [3]: 173, QS. al-Furqân [25]: 58, QS. al-Tawbah [9]: 129, QS.
al-Thalâq [65]: 3, QS. Hûd [11]: 123, QS. al-Anfâl [8]: 49.
20Bisa dilihat dalam kitab-kitab
tafsir para ulama.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 7
pelajaran dari petunjuk-petunjuk-Nya, (dan
perhatikanlah) untuk memikirkan dan mentadaburinya (agar
kalian mendapat rahmat) agar Allah merahmati kalian dengan mengikuti
petunjuk-petunjuk-Nya, mempelajari ajaran-ajaran-Nya, dan menjalankan berbagai
kewajiban yang dijelaskan-Nya terhadap kalian dalam ayat-ayat-Nya.”21
E. Optimalisasi Tempat Ruqyah
Ruqyah syar’iyyah, dalam praktiknya bisa dioptimalkan di
antaranya dengan tiga hal berikut: Pertama, banyak
berdo’a pada waktu yang ditunjuk syari’at sebagai waktu diijabahnya do’a. Kedua, mempersiapkan tempat sehingga bersih dari beragam
bentuk najis dan segala hal yang mendatangkan murka Allâh. Ketiga,
ketersediaan perlengkapan yang bisa mendukung terapi ruqyah.
Diantaranya:
Tempat yang Bersih dari Najis & Kemungkaran
Diantara hal penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan
terapi ruqyah syar’iyyah ialah tempat. Perhatian Islam terhadap hal ini, bisa
dipahami berdasarkan dalil- dalil syara’ (umum (mujmal)
maupun terperinci (tafshily)). Dan penulis simpulkan
berdasarkan al-Sunnah, penjelasan para ulama22, dan
pengalaman terapi sebagai berikut:
·Bersih dari Beragam Bentuk Najis
Ruqyah dibacakan di tempat yang suci. Dalam pemahaman penulis,
sebagaimana
adab ketika membaca al-Qur’ân karena diantara bacaan utama ruqyah adalah ayat al- Qur’an.23 Al-Hafizh al-Imam al-Nawawi berkata dalam
kitab al-Tibyân fî Âdâb Hamalatil Qur’ân:
“Disunnahkan membaca Al-Qur’ân di tempat yang bersih (dan
terpilih –pen.). Sejumlah ulama pun menganjurkan membaca Al-Qur’ân di masjid
karena terkumpul di dalamnya kebersihan dan kemuliaan tempat serta menghasilkan
keutamaan lain, yakni pahala i’tikaf.
Dan setiap orang yang duduk di masjid sepatutnya berniat
i’tikaf, sama saja apakah duduk lama atau sebentar. Dan sudah sepatutnya
berniat i’tikaf ketika awal masuk ke masjid.”24
·Bersih dari Segala Bentuk
Kemungkaran
Tempat tersebut bersih dari segala sesuatu yang menyebabkan
datangnya murka
Allâh . Diantaranya sebagai Malaikat
tidak akan masuk ke rumah atau tempat yang di dalamnya terdapat: patung atau
gambar (manusia atau binatang, dikecualikan mainan atau boneka anak-anak)
berdasarkan dalil-dalil hadits sebagai berikut: 25
“Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya
terdapat anjing dan gambar.”
Maksudnya adalah gambar yang bernyawa. (HR.
al-Bukhârî no. 3701)
21Al-Hafizh Abu Ja’far al-Thabari, Jaami’ al-Bayaan fii Ta’wiil
al-Qur’aan.
22Syaikh Ahmad
Ramadhan (lihat: ‘Amaliyyah Ikhraj al-Jin wa Ibthal
al-Sihr), Syaikh Wahid ‘Abd al- Salam Bâli (lihat: Wiqâyah
al-Insân Min al-Jin wa al-Syaithân) dan Syaikh Ibrahim ‘Abd al-‘Alim.
23Pembahasan yang
bagus tentang ini, dipaparkan al-Hafizh Imam al-Nawawi dalam kitabnya, al- Tibyân fî Âdâb Hamalatil Qur’ân.
24Al-Hafizh al-Nawawi, Al-Tibyân fî Âdâb Hamalatil Qur’ân.
25Lihat: kitab-kitab
hadits; Shahîh Bukhârî, Shahîh Muslim,
Musnad Ahmad, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Muwaththa’ Malik, Sunan
al-Darimi, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah. Yang penulis temukan, ada puluhan
hadits tentang ini yang termaktub dalam kitab-kitab tersebut.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 8
“Malaikat tidak mau masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat
patung-patung atau gambar- gambar.” (HR. Muslim no. 3948)
F. Beragam Bentuk Terapi Pendukung Ruqyah
·Terapi Air Do’a & Daun
Bidara
Tentang terapi daun bidara, para ulama menjelaskan sebagai
berikut:
“Dan diperbolehkan bagi kita membacakan do’a ruqyah
syar’iyyah pada air yang suci dalam wadah yang bersih, kemudian memerintahkan
orang yang sakit untuk meminumnya dengan keyakinan bahwa kesembuhan hanya dari
Allah. Dan diperbolehkan juga menumbuk tujuh lembar daun sidr hijau
(bidara hijau) di antara dua batu atau yang semisalnya, kemudian mengalirkan
air padanya yang cukup untuk dipakai mandi, dan dibacakan zikir-zikir syar’i
dari ayat-ayat al-Qur’an al-Karim. Setelah itu, air tersebut diminum tiga kali
dan sisanya dipakai untuk mandi. Maka jadilah ia obat atas kehendak Allah , dan
tidak mengapa jika diperlukan mengulangnya sekali lagi atau lebih, hingga
hilang penyakitnya. Banyak orang yang mencoba cara ini, dan Allah memberinya
kemanfaatan. Terlebih bagi pria yang terhalang berhubungan intim dengan
istrinya (karena sihir ikatan).”26
Bacakan ayat-ayat berikut ini pada air tersebut: bacakan
padanya ayat-ayat: QS. al- Baqarah [2]: 255, QS. al-A’râf [7]: 117-122, QS.
Yûnus [10]: 79-82, QS. Thâhâ [20]: 65-70, QS. al- Kâfirûn [109]: 1-6, QS.
al-Ikhlâsh [112]: 1-4, QS. al-Falaq [113]: 1-5, QS. al-Nâs [114]: 1-6.
26 Lihat: Fataawaa
Ibn Baaz (3/279), Fat-h al-Majiid (hlm.
346), Mushannif ‘Abd al-Razaaq (11/13), Fat-h
al-Baariy (10/233).
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 9
·Terapi Ruqyah dengan Tanah
Terapi ruqyah dengan tanah bisa dilakukan berdasarkan hadîts- “Adalah Rasûlullâh pada waktu meruqyah bersabda:
“Debu tanah kami dengan air ludah sebagian kami semoga sembuh
orang yang sakit diantara kami dengan izin Rabb kami." (HR.
al-Bukhârî, Ibn Hibbân)
Bahwa apabila seseorang mengadukan suatu penyakit yang
dideritanya kepada Rasûlullâh , seperti sakit kudis,
atau luka, maka Nabi berucap sambil menggerakkan anak jarinya seperti ini
-Sufyan meletakkan telunjuknya ke tanah, kemudian mengangkatnya, ”Dengan
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 10
nama Allâh, dengan debu di bumi kami, dan dengan ludah sebagian
kami, semoga sembuhlah penyakit kami dengan izin Rabb kami”. Ibnu Abu Syaibah
berkata; ruqyah tersebut berbunyi; Yusyfâ saqîmunâ'. Dan
Zuhair berkata; Do’a ruqyah tersebut berbunyi;
Liyusyfâ saqîmunâ.' (HR.
Muslim)
Sebagian besar ulama berkata: “Yang dimaksud dengan bumi
(tanah) kami ialah tanah di bumi secara keseluruhan.” Ada yang mengatakan: “Tanah di Madinah karena
keberkahannya.” Makna hadits bahwa beliau mengambil air ludah beliau dengan
jari telunjuk, kemudian meletakkannya di tanah, lalu menggantungkan sesuatu
dari tanah itu, lalu beliau menggunakannya untuk mengobati luka atau orang yang
sakit. Kalimat tersebut diucapkan ketika mengusap.
· Terapi Membasuh, Merendam, Memandikan Orang yang
Sakit dengan Air Garam
Penulis tegaskan, air dicampur garam yang dibacakan ruqyah
syar’iyyah hukumnya boleh digunakan untuk membantu terapi. Berdasarkan
penjelasan para ulama, garam yang utama dipakai dalam terapi ruqyah ialah garam
Inggris atau garam gunung Himalaya.
Prinsip Akidah Islam
Meyakini hanya Allâh yang memberikan
kesembuhan:
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS. al-Syu’arâ’ [26]: 80)
Air dan garam hanya salah satu wasilah yang sama kedudukannya
seperti obat- obatan dokter, sebagai bentuk ikhtiar mengupayakan kesembuhan.
Dalil-Dalil Syari’at Penggunaan Garam & Aplikasinya
Pertama, Membaca al-Fâtihah, Ludahkan
pada Bagian Tubuh yang Sakit
Berdasarkan hadits dari Abu Sa’id al-Khudriy diriwayatkan Imam
Bukhari & Muslim dalam shahîhayn, yakni dengan
membaca QS. al-Fâtihah, kemudian meludahi bagian tubuh yang tersengat bisa.
Kedua, Air Garam Diusapkan pada
Bagian yang Sakit (Baca: al-Kâfirûn, al-Falaq dan al- Nâs)
“Ketika Nabi sedang shalat, beliau digigit Kalajengking.
Setelah beliau selesai shalat, beliau bersabda, ‘Semoga Allâh melaknat
Kalajengking yang tidak membiarkan orang yang sedang shalat atau yang lainnya.’
Lalu beliau mengambil satu wadah air dan garam. Kemudian beliau usap bagian
anggota badan yang digigit Kalajengking, seraya membaca surat al-Kâfirûn, al-Falaq dan al-Nâs.”
(HR. Thabrani dari ‘Ali)27
Ketiga, Air Garam Dialirkan &
Diusapkan pada Bagian yang Sakit (Baca: al-Falaq dan al- Nâs)
27 Imam al-Haitsami menyatakan, ‘Sanad
hadîts ini hasan (baik)’. Lihat: Majma’ al-Zawaid (5/
111)
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 11
“Pada suatu malam, ketika Rasûlullâh sedang shalat, saat
beliau meletakkan tangannya di atas tanah (sedang sujud), ada kalajengking yang
menggigitnya. Kemudian beliau mengambil sandal (terompahnya), lalu membunuhnya.
Setelah selesai, beliau bersabda: ”Semoga Allâh melaknat Kalajengking yang
tidak membiarkan orang yang sedang shalat atau yang lainnya, juga tidak pandang
nabi atau lainnya.” Lalu beliau mengambil sewadah air dan garam, dan
mencampurkannya di wadah. Kemudian beliau mengguyurkannya ke tangan yang
disengat Kalajengking, dan mengusapnya seraya membaca surat al-Falaq dan al-Nâs.” (HR.
al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah dari ‘Ali)
Keempat, Bagian Tubuh yang Sakit
Direndam Air Garam (Baca: al-Ikhlâsh, al-Falaq dan al-Nâs)
Ibnu Mas’ud)28
Berkaitan dengan riwayat tersebut, Imam ‘Abd al-Rauf al-Manawi
berkata: “Dalam riwayat itu Rasûlullâh telah memadukan
antara obat yang bersifat alami dengan obat yang bersifat Ilahi. Sedangkan surat Ikhlâsh yang beliau
baca, mengandung kesempurnaan tauhid, dari sisi pengetahuan dan keyakinan.
Adapun surat al-Mu’awwidzâtayn (al-Falaq dan al- Ikhlâsh) mengandung
permohonan perlindungan dari segala hal yang tidak disukai, secara global dan
terinci. Dan garam yang beliau gunakan, merupakan materi yang sangat bermanfaat
untuk menetralisir racun.”29
Syaikh Riyadh Muhammad Samahah mengatakan: “Sesungguhnya
tindakan itu
(terapi air garam) diperbolehkan. Silahkan lihat Tafsîr Ibnu Katsîr, juz. I hlm. 148, Fat-hul
Bârî’ juz XXI/hlm. 366, Tafsîr al-Qurthubî, juz
I/hlm. 439-440.”
Air & Garam yang Direkomendasikan
Air yang paling utama adalah air zam zam, termasuk jika dipakai
dalam terapi ruqyah. Dan juga garam bukit.
·Terapi Asupan Makanan (Kurma ‘Ajwah)
Makanan yang direkomendasikan Rasûlullâh untuk
mencegah sihir ialah kurma
‘ajwah, hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut:
28Imam al-Haitsami
menyatakan bahwa sanad hadîts tersebut hasan.
29Lihat: Faydh al-Qadir (5/ 270)
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu Naveed
| 12
“Barangsiapa setiap pagi mengkonsumsi tujuh butir kurma
'Ajwah, maka pada hari itu ia akan terhindar dari racun dan sihir." (HR. al-Bukhârî, Muslim, Abu Dawud. Lafal al-Bukhârî)30
Yang lebih sempurna ialah kurma yang ada di antara dua kampung
(Madinah), sebagaimana yang telah disebutkan dalam riwayat Muslim. Syaikh ‘Abd
al-’Azhim bertutur: “Berdasarkan sejumlah hadits, ada yang membatasi atau
mengkhususkan jenis kurma dengan kurma Madinah atau dengan istilah ‘Aliyah Madinah (‘Aliyah merupakan nama
suatu tempat di Madinah).”
Dalam sebuah referensi dikatakan bahwa yang lebih bagus adalah
kurma Madinah, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Imam Muslim. Ibn Baz
memandang bahwa semua jenis kurma Madinah memiliki sifat ini, berdasarkan sabda
Rasulullah . Dari Amir bin Sa'ad bin Abu Waqqash dari Bapaknya, ia berkata
bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa memakan tujuh butir kurma yang tumbuh diantara
bebatuan hitam (di Madinah) pada pagi-pagi, dia tidak akan celaka oleh racun
sampai petang.” (HR. Muslim no. 3813)
·Terapi Bekam (Al-Hijamah)
Terapi bekam merupakan terapi detoksifikasi, pengeluaran darah
kotor dari dalam tubuh (blood letting) yang notabene merupakan toksin (racun).
Terapi ini apabila memungkinkan yakni dengan cara membekam pada bagian yang
tampak bekas sihir.
Abu ‘Abid menuturkan di dalam kitabnya, Gharîb
Al-Hadîts, dengan sanadnya yang berasal dari Abdurrahman bin Abi Laila
bahwasanya Nabi mencantuk kepalanya dengan menggunakan tanduk pada waktu beliau
terkena pengaruh sihir. Bagian lainnya yang direkomendasikan untuk dibekam pada
kasus sihir misalnya, yakni pada bagian ‘alâ ra’sin, titik
tertentu pada bagian kepala. Rasûlullâh bersabda:
“Sekiranya ada obat yang baik untuk kalian atau ada sesuatu
yang baik untuk kalian jadikan obat, maka itu terdapat pada bekam atau minum
madu atau sengatan api panas (terapi dengan menempelkan besi panas di daerah
yang luka) dan saya tidak menyukai kay.” (HR. Al-Bukhârî &
Muslim, lafal al-Bukhari)
·Terapi Tekanan Pada Aliran Darah
Terapi ini dilakukan, diantaranya dengan menekann aliran darah
pada leher, ibu jari kaki, area telapak tangan, dan lain sebagainya dari
titik-titik refleksi, yang erat kaitannya dengan sistem syaraf ke otak.
Berdasarkan pemahaman bahwa syaithân yang merasuki tubuh manusia, mengalir
melalui aliran darah.
“Sesungguhnya syaithân berjalan dalam
tubuh manusia melalui aliran darah.” (HR. al-Bukhârî &
Muslim, lafal Muslim)
30 Telah menceritakan kepada kami
Jum'ah bin Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan berkata,
telah mengabarkan kepada kami Hasyim bin Hasyim berkata, telah mengabarkan
kepada kami Amir bin Sa'd dari Bapaknya ia berkata, Rasulullah saw
bersabda..... Hadits-hadits tentang kurma ‘azwah diriwayatkan Imam Bukhari
melalui beberapa jalur.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 13
Dalam praktiknya, boleh menggunakan benda semisal kayu pijat.
Namun secara umum ada hal-hal yang harus diperhatikan:
Pertama, Tidak berlebihan dalam menekan
leher orang yang diruqyah (tidak menyakiti fisiknya).
Kedua, Berhati-hati dalam menyimpulkan
penyakit. Pada kasus tekanan pada leher yang berlebihan memungkinkan setiap
orang (baik orang yang sehat maupun sakit) merasa pusing, pingsan.
·Terapi Usapan & Pukulan
Ringan
Dalam terapi ruqyah syar’iyyah, memukul pasien yang sebenarnya
ditujukan kepada syaithân (jin), telah dicontohkan Rasûlullâh dan para ‘ulama
(salaf & khalaf), bisa dengan tangan kosong atau alat semisal kayu pijat,
rotan atau sandal. Syaikh Riyadh Muhammad Samahah dalam kitabnya31, mengutip riwayat-riwayat yang
menunjukkan Rasûlullâh pernah mengobati orang yang dirasuki jin dengan
memukulnya. Yang di antaranya diriwayatkan Ibnu Majah (2/1175).
Pengaruh dari pukulan ini, sebagaimana sentuhan (khasiat bi idznillâh) yang dicontohkan oleh Rasûlullâh dalam sejumlah
hadits, salah satunya hadits dari ‘Utsman bahwasanya dia mengeluh kepada Rasûlullâh tentang suatu penyakit, maka beliau bersabda:
“Barangsiapa diantara kalian merasa
kesakitan maka hendaklah meletakkan tangan kanan padanya dan hendaklah menyebut
nama Allâh (basmalah) tiga kali dan berdo’a dengan, ‘Aku
berlindung kepada keperkasaan Allâh dan kekuasaan-Nya dari kejahatan yang
kutemukan dan yang kukhawatirkan’ (bacalah) 7 kali.” (HR.
Muslim)
G. Fungsi Terapi Ruqyah Syar’iyyah
·Pencegahan (Preventif)
Imam Muslim meriwayatkan hadits dalam Shahîh-nya:
“Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari surat
al-Baqarah dalam satu rumah, syaithân tidak akan masuk ke dalam rumah tersebut
pada malam itu hingga datang waktu pagi, yaitu empat ayat pada awal surat ditambah ayat kursi dan dua ayat sesudahnya
dilanjutkan dengan ayat di akhir surat’.
(HR. Muslim & Ibn Hibbân dalam shahîh-nya)
Khaulah binti al-Hakim al-Salamiyyah berkata: “Aku mendengar Rasûlullâh bersabda:
“Barangsiapa singgah di suatu tempat
lalu mengatakan: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allâh yang sempurna
dari keburukan apa yang diciptakan-Nya”, maka ia tidak akan ditimpa oleh
marabahaya apapun sampai ia pergi dari tempat singgahnya itu.” (HR. Muslim)
31 Syaikh Riyadh Muhammad Samahah, Dalîlul
Mu’âlijîn bil Qur’ânil Karîm.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 14
·Terapi Pengobatan (Represif)
Manfaat ruqyah tak terbatas mengobati penyakit gangguan jin atau
sihir, tapi juga mencakup terapi untuk penyakit fisik dan psikis (baca: stress
atau gila). Berdasarkan sejumlah keterangan hadits. Dari Anas bin Malik, ia
berkata:
“Diperbolehkan meruqyah penyakit karena penyakit demam, karena
gigitan semut, dan ‘ain (pandangan mata jahat).” (HR. Muslim
no. 4072)
Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah mengatakan: “Ketahuilah bahwa obat
Rabbani dapat menanggulangi penyakit ketika sakit dan
dapat mencegah sebelum sakit. Jika terjadi sakit, sakit itu takkan
membahayakannya meskipun ia merasakan sakit.”32
Di sisi lain, ada dua poin plus yang bisa terapis lakukan
sebagai bentuk salah satu bentuk uslub dakwah:
Pertama, apabila terapis ruqyah menerapi
orang yang sakit dengan ruqyah syar’iyyah dan menyentuh qalbu-nya
disertai tausiyah yang mengingatkan pada Allâh ,
memberikan suntikan motivasi rûhiyyah, maka hal itu bisa
mencegah orang yang sakit berputus asa dari rahmat Allâh .
Kedua, apabila
terapis ruqyah memahamkan orang yang sakit tentang akidah dan syari’ah
Islam dan perdukunan dari sudut pandang Islam, maka hal itu
bisa mencegah mereka berobat ke dukun (kâhin) atau orang
pintar (‘arrâf).
Dalam proses terapi penyakit fisik, lebih sempurna apabila ruqyah
syar’iyyah disinergikan dengan terapi penyakit fisik sebagaimana dicontohkan Rasûlullâh dan para sahabat.33 Dari
‘Abdullah ia berkata, Rasûlullâh bersabda:
“Hendaklah kalian (berobat) dengan dua terapi penyembuhan;
madu dan al-Qur’ân.” (HR. Ibnu Majah no. 3443)34
H. Praktik Ruqyah
Dalam praktiknya, tidak ada urutan tartîb yang
pakem dalam praktik ruqyah, namun secara umum bisa disimpulkan dalam poin-poin
berikut ini:
Pertama, Ruqyah Mandiri
Praktik ruqyah mandiri tergambar dalam hadits-hadits berikut:
“Bahwa Rasûlullâh ketika hendak tidur, beliau meniupkan ke kedua tangannya sambil
membaca dua surat perlindungan (surat al-Nâs dan al-Falaq), lalu
beliau mengusapkan ke badannya.” (HR. al-Bukhârî no. 5844)
Namun bisa disimpulkan sebagai berikut:
·Bersiap-siap sebagaimana
layaknya orang yang hendak berzikir atau membaca al-Qur’an, dalam keadaan
berwudhu, pada tempat yang baik suci dari najis dan bersih dari hal-hal yang
mengundang murka Allah, dan diutamakan menghadap ke kiblat,
·Mewiridkan bacaan ruqyah syar’iyyah
dengan memerhatikan adab-adabnya,
32Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Zâd al-Ma’âd fî Hadyi Khayr al-‘Ibâd.
33Salah satu rujukan
yang bagus tentang ini ialah kitab al-Thibb al-Nabawiy,
karya Ibnu Qayyim.
34Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Al-Thibb al-Nabawiy (يوبنلا بطلا).
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 15
·Tiupkan bacaan ruqyah pada kedua
telapak tangan,
·Mengusap, menekan area tubuh
yang sakit (jika merasakan suatu rasa sakit pada anggota badan).
Kedua, Tata Cara Meruqyah Orang Lain
Bagaimana cara meruqyah orang lain? Berdasarkan petunjuk
praktik ruqyah syar'iyyah yang dicontohkan Rasulullah secara umum bisa kita
simpulkan:
·Duduk di sisi kanan atau kiri
orang yang hendak diruqyah, lalu bacakan do’a-do’a ruqyah syar'iyyah.
·Meniup orang yang diruqyah
terutama diarahkan pada bagian tubuh yang sakit,
Tiupan tersebut, sebagaimana dilakukan Rasulullah , berdasarkan
hadîts dari
‘Aisyah :
“Bahwa Rasûlullâh ketika hendak tidur, beliau
meniupkan ke kedua tangannya sambil membaca dua surat
perlindungan (surat
al-Nâs dan al-Falaq), lalu beliau mengusapkan ke badannya.” (HR.
al-Bukhârî no. 5844)
·Jika diperlukan, lakukan terapi-terapi
pendukung ruqyah semisal; tekanan, usapan, pukulan ringan, terapi air garam
atau bidara, dan selama pembacaan sesekali tiupkan pada air (mengandung sedikit
hembusan nafas) yang dicampur garam, lalu minumkan air tersebut.
Ketiga, Ruqyah Tempat
Pada prinsipnya, persiapan, adab dan bacaan meruqyah tempat
tak jauh berbeda dengan meruqyah orang:
·Hidupkan rumah dengan amal
shalih (halaqah, mengaji, -) dan bersihkan dari hal-hal yang mengundang
kemurkaan Allah semisal jimat syirkiyyah (jika ada dibakar atau dimusnahkan
terlebih dahulu),
·Sampaikan kata-kata
peringatan syar’i yang memperingatkan Bangsa Jin agar tidak berbuat zhalim,
misalnya kata-kata ini:
“Aku peringatkan kalian dengan sumpah yang pernah diucapkan
Nabi Sulaiman kepada kalian; keluarlah dan pergilah kalian dari rumah kami. Aku
sumpah kalian dengan nama
Allâh; keluarlah kalian dan janganlah kalian menyakiti seorang
pun.”
Hal ini berdasarkan kata-kata peringatan yang dicontohkan Rasûlullâh ketika beliau menemukan syaithân golongan jin yang
menyerupai ular rumah. Rasûlullâh bersabda:
“Sesungguhnya di dalam rumah-rumah ada
sekelompok jin, jika kalian melihat sesuatu dari mereka maka persempitlah untuknya
tiga hari jika ia bersedia pergi, dan jika tidak maka bunuhlah karena
sesungguhnya dia kafir.” (HR. Muslim)
·Bacakan ruqyah syar’iyyah pada
air dalam wadah yang dicampur garam.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 16
Syaikh Wahid ‘Abd al-Salam menjelaskan:
“Jika ada sesuatu yang terasa di rumah tersebut, siapkan air
pada wadah dan dekatkan mulut padanya lalu bacalah (do’a-do’a ruqyah
syar’iyyah-pen.).”
· Percikkan pada sudut-sudut tempat, dan area luar
di sekeliling tempat. Syaikh Wahid bin ‘Abd al-Salam Baali menjelaskan:
“Kemudian bawalah air tersebut ke seluruh penjuru (sudut-sudut)
tempat, dan letakkan (percikkan) air tersebut ke setiap penjuru rumah, maka
mereka (syaithan golongan jin) akan keluar dengan izin Allâh.”
Syaikh al-Tihami menuturkan ketika menjelaskan tentang adab
malam pengantin:
“Maka Syaikh Ibnu Yamun memberitahukan bahwasanya seorang
suami juga dituntut waktu hendak bersetubuh sebelum meletakkan tangannya di
atas ubun-ubun istri, agar membasuh ujung kedua tangan pengantin wanita dan
kedua kakinya dengan air di dalam wadah, mengucapkan asma Allâh
dan bershalawat atas Rasûlullâh , kemudian
memercikkan air tersebut ke sudut-sudut rumah. Karena sungguh telah sampai
(keterangan) bahwasanya melakukan hal itu akan meniadakan (menangkal) hal buruk
dari syaithân, dengan sebab keutamaan (keagungan) Allâh .”
Gambaran do'a, ruqyah sebagai perlindungan syar'i disebutkan
dalam hadits shahih:
“Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari surat
al-Baqarah dalam satu rumah, syaithân tidak akan masuk ke dalam rumah tersebut
pada malam itu hingga datang waktu pagi, yaitu empat ayat pada awal surat ditambah ayat kursi dan dua ayat sesudahnya
dilanjutkan dengan ayat di akhir surat.”
(HR. Muslim & Ibn Hibbân dalam shahîh-nya)
Khaulah binti al-Hakim al-Salamiyyah berkata, ‘Aku mendengar
Rasûlullâh bersabda:
“Barangsiapa singgah di suatu tempat lalu mengatakan: “Aku
berlindung dengan kalimat- kalimat Allâh yang sempurna dari keburukan apa yang
diciptakan-Nya”, maka ia tidak akan ditimpa oleh marabahaya apapun sampai ia pergi
dari tempat singgahnya itu.” (HR. Muslim)
Catatan Penting!
Dalam praktik ruqyah secara umum, sebelum memulai terapi
bersihkan segala hal yang berbau syirik; bertaubat dari kesyirikan, perdukunan,
membakar benda-benda yang mengundang kesyirikan.
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 17
I. Hukum Meminta Ruqyah
Tidak sedikit orang ragu untuk meminta bantuan ruqyah
syar’iyyah karena keliru memahami hadits shahih berikut ini:
“Akan masuk surga dari golongan umatku sebanyak tujuh puluh
ribu orang tanpa hisab.” Mereka bertanya: “Siapakah mereka wahai Rasûlullâh?”
Beliau menjawab: “Meraka adalah orang yang tidak melakukan pengobatan kay,
tidak melakukan ruqyah, dan mereka bertawakal kepada Rabb mereka.” Lalu
Ukkasyah berdiri seraya berkata: “Berdoalah untukku agar Allah memasukkanku ke
dalam kelompok mereka.” Beliau bersabda: “Kamu termasuk mereka.” (HR. al-Bukhârî, Muslim &
Ahmad. Lafal al-Bukhârî)
Penjelasan Para Ulama Atas Hadits Ini
Ulama menanggapi hal itu dengan beberapa komentar, yakni
sebagai berikut: Pertama, Al-Hafizh al-Thabari, Imam
al-Maziri dan satu golongan, menyatakan bahwa
“Mereka tidak menggunakan mantra
(ruqyah), dan berserah diri kepada Rabb mereka,” bahwa
(golongan orang dengan ruqyahnya tak termasuk golongan yang
masuk surga tanpa hisab, - pen.) dalam hadits itu ditujukan untuk orang yang
menganggap bahwa obat dapat menyembuhkan dengan sendirinya, sebagaimana
keyakinan orang pada masa jahiliyyah.
Al-Qadhi Iyadh berpendapat bahwa hadits itu menunjukkan bahwa
70.000 orang tersebut memiliki keistimewaan dari yang lainnya. Barangsiapa
meyakini bahwa obat memberikan pengaruh dengan sendirinya atau menggunakan
ruqyah jahiliyyah dan sejenisnya maka ia bukanlah seorang muslim.
Penulis tegaskan, salah satu syarat ruqyah syar’iyyah ialah
tak diyakini Ruqyah yang memberi pengaruh dengan
sendirinya, tetapi berpengaruh atas izin Allâh . Ruqyah
dan orang yang membacanya (al-râqiy) hanyalah wasilah,
ikhtiar mengupayakan kesembuhan dari Allâh .
Syaikh Wahid ‘Abd al-Salam Bâli berkata: “Perlu
saya ingatkan bahwa ruqyah yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah ruqyah
yang mengandung permintaan tolong kepada jin, serta hal lainnya yang termasuk
kategori syirik.”
Imam Ibn Baththal (w. 449 H) ketika menjelaskan hadits di atas,
di antaranya menukil penjelasan Imam Abu al-Hasan al-Qasibi:
”Makna mereka tidak meminta ruqyah, yang
dimaksud meminta ruqyah –dalam hadits ini- adalah ruqyah yang telah mereka
minta dulu pada masa jahiliyyah kepada dukun-dukun mereka, dan hal itu berarti
permintaan terhadap ruqyah yang bukan dari bacaan
KitabuLlaah, tidak pula dengan Asmaa’ Allah dan
Sifat-Sifat-Nya, dan ia hanyalah bagian dari sihir. Adapun perbuatan meminta
ruqyah dengan bacaan KitabuLLaah, dan do’a perlindungan dengan Asmaa’ Allah dan
Kalimat-Kalimat-Nya, maka sungguh Rasulullah
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 18
telah melakukannya dan memerintahkannya dan hal itu tidak
keluar dari sikap bertawakal kepada Allah dan tidak diharapkan dari pengobatan
tersebut kecuali keridhaan Allah.”35
Ketika menjelaskan mengenai ruqyah, Imam Ibn al-Atsir menuturkan
bahwa dalam hadits-hadits terdapat dalil kebolehan ruqyah dan yang terlarang.
Lalu ia berkata bahwa salah satu hadits yang menunjukkan kebolehan meminta
ruqyah adalah hadits (
) artinya: ”Mintalah ruqyah kepada seseorang
yang bisa meruqyahnya dari gangguan mata jahat.” Dan yang menunjukkan larangan
atasnya ( ).36 Dan
hadits-hadits
pada dua bagian ini banyak, dan dengan men-jama’
di antara keduanya dipahami bahwa ruqyah dibenci jika mengandung ucapan
selain bahasa arab, bukan Asmaa’ Allah, Sifat-Sifat- Nya dan firman-Nya dalam
kitab-kitab yang diturunkan-Nya, atau dengan keyakinan bahwa ruqyah bermanfaat
tanpa ada campur tangan-Nya sehingga manusia bergantung padanya, dan untuk
itulah maksud hadits ( ) namun tidak dibenci jika menyelisihi hal-hal
di atas; misalnya membaca do’a perlindungan dengan al-Qur’an,
Asmaa’ Allah, bacaan ruqyah yang diriwayatkan dalam as-Sunnah.
Al-Hafizh an-Nawawi dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan
ketika menggabungkan hadits-hadits yang mengandung larangan dan kebolehan
ruqyah: “Sesungguhnya larangan terhadap ruqyah berlaku bagi ruqyah yang
menggunakan perkataan kufur, dan ruqyah yang tak diketahui artinya misalnya
menggunakan bahasa selain bahasa arab atau apapun yang tak diketahui artinya.
Ruqyah jenis ini tercela karena kemungkinan mengandung kekufuran atau mendekati
kekufuran atau mengandung sesuatu yang dibenci. Adapun ruqyah dengan ayat-ayat
al-Qur’an, zikir-zikir yang baik maka tidak terlarang bahkan dihukumi sunnah.”37
Kedua, Imam Hulaimi berkata:
“Barangkali yang dimaksud dengan mereka yang disebutkan itu adalah orang yang
melalaikan kondisi dunia dan usaha manusia. Mereka tak mengetahui ruqyah
kecuali hanya berdo’a dan berpegangan kepada Allâh , dan
rela terhadap ketentuan-Nya.”
Ketiga, Yang diinginkan dari
meninggalkan ruqyah adalah berpegangan kepada Allâh dalam
menolak penyakit dan rela dengan ketentuan-Nya, bukan mencela kebolehannya
karena ruqyah itu memang ada seperti dijelaskan oleh hadits-hadits shahîh dan
juga riwayat para ulama salaf. Akan tetapi, posisi rela dan menerima lebih
tinggi dari menjalani sebab. Hal inilah yang dituju Imam al-Khaththabi dan para
pengikutnya.” Al-Hafizh Ibn Katsîr berkata: “Ini adalah sifat para wali yang
menghindar dari dunia dan yang berkaitan dengannya. Mereka adalah wali yang
khusus.”
Al-Hafizh al-Nawawi berkata bahwa di antara mereka ada yang
mengatakan dalam mengkompromikan dua hadîts (yang nampak bertentangan),
sesungguhnya pujian untuk meninggalkan ruqyah menunjukkan afdhaliyyah
(hal yang lebih utama), dan kejelasan tawakkal. Dan orang yang melakukan
ruqyah dan diizinkannya hal itu menunjukkan kebolehannya tetapi itu
meninggalkan hal yang lebih utama. Inilah yang dikatakan Ibnu Abdil Bar, dia
menceritakan dari orang yang menceritakannya. Sikap yang dipilih (Imam al-
35Ibn Baththal Abu al-Hasan
‘Ali bin Khalaf, Syarh Shahiih al-Bukhaarii, Riyadh: Maktabah
al-Rusyd, Cet. II, 1423 H, juz IX, hlm. 403.
36Majduddin Abu al-Sa’aadaat
al-Mubarak bin Muhammad al-Jazari, Al-Nihaayah fii Ghariiib
al-Hadiits, juz II, hlm. 255.
37Al-Hafizh
al-Nawawi, Syarh Shahiih Muslim (14/196)
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 19
Nawawi) adalah yang pertama. Mereka telah menukil tentang ‘ijma
bolehnya ruqyah dengan ayat-ayat dan kalimat dzikrullâh.”38
Namun atas poin ini, penyusun cenderung pada penjelasan
al-Hafizh al-Thabari yang berujar: “Ada
yang mengatakan bahwa tidak berhak untuk pasrah kecuali orang yang hanya takut
pada Allâh . Ia tak takut terhadap binatang buas dan
musuh. Yang benar bahwa barangsiapa yang beriman kepada
Allâh dan yakin akan ketentuan-Nya maka dia juga
menjalani sebab (usaha) dan tak berpangku tangan, sesuai ajaran Allâh dan Nabi yang memerintahkan ikhtiar. Dalam perang, Nabi
memakai baju besi, memasang parit sekitar Madinah, mengizinkan untuk berhijrah
ke Habasyah dan Madinah. Beliau juga ikut berhijrah ke Madinah. Beliau makan
dan minum, menyimpan makanan untuk keluarga. Beliau tidak menunggu sesuatu
turun dari langit meskipun beliau layak mendapatkannya. Ada yang bertanya kepada beliau: “Saya ikat
unta saya atau saya biarkan?” Beliau menjawab: “Ikatlah, kemudian berserah
diri.” Dalam hal ini, beliau mengisyaratkan bahwa usaha manusia tak
bertentangan dengan tawakal. Wallâhu a’lam.”39
Syaikh ‘Abd al-‘Azhim menegaskan: “Rasûlullâh telah
berobat dan menganjurkan berobat. Sudah menjadi hal yang maklum bahwa tidak ada
seorang pun yang menyamai tingkatan yang dicapai Rasûlullâh .
Tidak ada yang mampu menandingi tawakal beliau kepada Allâh .
Oleh karena itu, pengobatan tidaklah menghapus sikap tawakal. Sikap tawakal itu
masih ada pada orang yang berobat dan yakin bahwa yang menyembuhkan bukanlah
obatnya, melainkan Allâh . Obat hanyalah sarana
penyembuhan.”
Syaikh Riyadh Muhammad Samahah berkata: “Usaha lahiriah tidak
bertentangan dengan keyakinan hati, bahkan keduanya harus dijalankan secara
beriringan.”40 Haram berputus asa dari rahmat Allâh. Maha Benar Allâh yang telah
berfirman:
“..Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allâh,
melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yûsuf
[12]: 87)
Imam al-Rafi’i berpendapat bahwa berobat itu sendiri hukumnya sunnah41, ia menggunakan dalil42, Rasûlullâh , bersabda:
“Allâh tidak akan menurunkan suatu
penyakit, kecuali diturunkan-Nya pula obat atau penangkalnya.” (HR.
al-Bukhârî)43
Para orang Arab badui berkata:
“Wahai Rasûlullâh , Apakah kami harus berobat (jika sakit)?” Beliau menjawab:
"Ya, wahai sekalian hamba Allâh, Berobatlah sesungguhnya
Allâh tidak menciptakan suatu penyakit melainkan menciptakan juga obat untuknya
kecuali satu penyakit."
Mereka bertanya: “Penyakit apakah itu wahai
Rasûlullâh?” Beliau menjawab: “Yaitu penyakit tua (pikun).” (HR. al-Tirmidzi dan lainnya. Hadits Hasan Shahîh). []
38Ibid, 7/325.
39Al-Hafizh
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fat-hul Bârî’, juz. 10, hlm.
211-212.
40Riyadh Muhammad
Samahah, Dalîl al-Mu’âlijîn bi al-Qur’ân al-Karîm
41Tentang hukum
berobat, bisa dirujuk juga pembahasan Syaikh Prof. ‘Abd al-Qadim Zallum
dalam
Hukmu al-Syar'i fî al-Istinsakh, Naql al-A'dhâ', al-Ijhadl,
Athfâl al-Anabib, Ajhizah al-In'asy al-Thibbiyah, al- Hayah wa al-Mawt.
42Lihat: Syarh
al-Mahally wa Hâsyiyah al-Qulyubi, hlm. 403, juz. 1.
43Lihat: Kitâb
al-Thibb
Pelatihan Ruqyah Syar’iyyah :: Irfan Abu
Naveed | 20
DOWNLOAD FILE PDF (versi lengkap)
https://www.facebook.com/download/1590994524448977/Makalah-Ruqyah%20dalam%20Pandangan%20Islam.pdf
SEKALIGUS SEBAGAI BANTAHAN DAN JAWABAN dalam link
http://zanuuragha.blogspot.com/2015/01/awas-ruqyah-mengandung-syirik.html?m=0
SALAM TAUHIDlike, share
https://www.facebook.com/groups/RumahRuqyahMojokerto/
No comments:
Post a Comment